SAMPE KAPAN GINI TERUS????? (part 3A)
“Laper neh!
Eh, bocah, makan yuk!” ajak Touko.
Rui hanya
mengangguk sambil berjalan mengikuti Touko yang udah gak tahan pengen
cepet-cepet makan. Sampailah mereka di dapur. Bukannya langsung nyiapin makan
eh, malah diem termerenung kaya orang abis kesetrum. Touko mulai membuka lemari
makanan pojok kiri atas.
“Eeeeehhh….liat-liat
gue dong! Aaaaaa!! Touko!!” seru Rui yang sudah terangkat badannya.
“Sorry,
sorry, ane kaga sengaja. Lagian ente pake ngilangin kuncinya segala sih!” balas
Touko.
Touko
meletakkan tangan kanannya di alas lemari makanan. Dia meraba-raba mencari
sesuatu.
“Ah, da…”
Blep!
“Manti
lamup!!! Lilin!! Ape, mana Ape imutku? Woy, Ape, lilin!!” teriak Touko lebay.
Author
bingung kenapa harus manggil Ape? Emangnya Ape tuh tukang listrik? Dan bukannya
yang bilang Ape imut itu Rui ya? Kacau!
Singkat
cerita, Rui dan Touko udah dapet makanan paling enak yang pernah mereka makan
selama di asrama, sepageti. Sesekali mereka berdebat hebat Cuma gara-gara irama
tangan yang salah. Di atas meja makan, terdapat 2 lilin yang menerangi dapur.
Atsuya datang menuju dapur ditemani oleh senter hello kittynya. Dia kaget bukan
kepalang melihat Rui dan Touko lagi makan di dapur.
“Waduuuhh,
kalian ini apa-apaan sih? Di tengah kegelapan kaya gini kalian malah manfaatin
buat dinner berdua disini. Liat tuh si Ren dari tadi jejeritan gara-gara trauma
sama glundung pringsewu. Kalian gak kasian apa sama Ren?!” kata Atsuya.
“Apa?
Pring…apa tadi? Glundung pringsewu?” tanya Touko yang kayaknya kata “glundung
pringsewu” itu kata asing baginya.
“Setau gue,
namanya bukan glundung pringsewu deh. Tapi, pring apa ya? Prings…” tambah Rui.
“Glundung
pringis meren! Itu tuh, setan kepala yang bikin si letoy jadi phobia kegelapan.
Ai pringsewu teh apa ya? Asa pernah denger dimanaaaaaa gitu.” Touko mulai
mikir.
“Ih, atuh,
pringsewu mah rumah makan yang di jalan mau ke Jogja tea kan?” tanya Rui
memastikan.
Kayaknya
Atsuya udah pergi gara-gara Rui dan Touko ribut tentang glundung pringis dan
pringsewu. Suasana semakin mencekam setelah Rui dan Touko membahas tentang
setan kepala itu. Sepageti mereka emang udah abis tapi, mereka tetep ngobrol di
dapur sambil ngejilatin sisa saos sepageti yang terakhir. Lilin yang di atas
meja makan sebentar lagi habis. Tapi, mereka gak peduli sama lilin yang mau
mati. Mereka tetep ngobrol tentang setan-setanan yang lalu jadi nyambung ke
nightmare side di ardan radio.
Cesss! Lilin
mati setelah Touko akan memulai cerita tentang glundung pringis yang terjadi di
asrama sebelum angkatan mereka menempati asrama ini.
“Mati, Ko….”
Kata Rui pelan sambil memegang erat tali borgol mereka.
Kriiiieeeettt….
Srek..srek… Hup! Grek!
Hhhh….
Hhhhh… Hhhhh…
“Sssstttt….diem,
tenang, tetap disini.” Bisik Touko pada Rui yang tangannya sudah gemetar.
Touko
mengambil sesuatu dari kantong celananya dan ternyata ia mengambil pemantik.
Lalu Touko menyorotkan pemantik itu ke sekeliling dapur dan…apa yang mereka
dapatkan? Setelah menyorot jendela?
“WAAAA!!!
Pringsewu!!” teriak mereka bersamaan.
Dasar emang
lagi panik! Sebenernya itu bukan glundung pringsewu atau glundung pringis tapi,
kelapa punya Taiyo yang disembunyiin di jendela dapur. Beberapa detik kemudian,
mereka kembali tenang. Touko kembali menyorotkan pemantik ke sekeliling dapur.
“Gelap euy,
ane sama ente lagi disini! Mending kalo sama yayang ane anu geulis
kawanti-wanti, pasti sedap tuh!” gumam Touko.
Rui yang
sedari tadi memperhatikannya terlihat sangat bingung.
“Ngomong apa
sih lo? Kaya orang setruk aja ngomongnya!”
“Nggak, ini
urusan anak gede. Kalo bocah kaya ente mah kaga usah ngerti dah urusan ginian!”
Touko
kembali memasukkan pemantik ke dalam saku celananya. Tiba-tiba…
Kreeeekk!
Deng! Hhh… Hhh…
“Apa tuh,
Ko?”
SAMPE KAPAN GINI TERUS????? (part 3B)
RUI POV
Udah gue
bilang, jangan ngomongin glundung prings….prings….ah, apa lah itu namanya! Ntar
malah kita didatengin. Eh, bener kan malah didatengin beneran! Gimana tuh?
Salah siapa? Ini semuanya tuh gara-gara Adji! Eh, Atsuya! Lupakan!
Gue sama
Touko terus jalan. Gatau nih arahnya kemana yang penting gak banyak nabrak dan
gak banyak cingcong. Tapi, KM satu ini lebih banyak melanggar. Banyak nabrak
dan banyak cingcong gaje.
“Bocah, kok
ane ngerasa ada sepatu ya?” bisik Touko.
“Diem!”
balasku.
Dia terus
jalan dengan langkah yang lebar. Sepatu? Sepatu apa? Gue kan kaga pake apa-apa!
Atau dia nginjek siswanti?
Waaaaaaaaa!!!!
Drak! Ah! Touko!!! Bocah! Moooooo!!!
Gue
kehilangan arah. Kemana si Touko? Kok gak ada suaranya lagi? Jangan-jangan dia
dimakan siswanti atau pocong polkadot atau kuntilanak jokowi atau babi ngepet
arwah bapak alay pake high heels? Mungkin juga dimakan pringsewu. Gue panic
terus terusan manggil Touko. Aku lega dia masih manggil gue bocah tapi,
kedengeraannya kok kaya yang dari jauh ya? Emang borgol sepanjang apa sih?
Perasaan Cuma 10cm deh. Kok panjangnya kaya yang 2m aja.
“Woy,
ngangetin aja kalian ini!” seru seseorang entah siapa.
“Woy, siapa
tu?” tanya Touko.
“Woy, ini
aku! Makanya, lampunya dinyalain dong!”
“Woy, siapa
sih? Manti lamup nih!”
Klik!
“Terang kan?
Lampunya udah nyala dari tadi.”
“R….Ritsu?!”
gue dan Touko terkejut.
Wah,
akhirnya Kak Ritsu pulang juga ke asrama. Tapi, kenapa ngos-ngosan gitu ya?
Kayak yang lagi abis maling aja. Kami semua duduk di meja makan yang udah acak
kadut akibat ketakutan luar biasa dari mati lampu. Touko pergi mengambilkan
segelas sirup mangga untuk kami.
“Mau pulang
kok gak ngabarin dulu sih? Kan kita bisa sambut rame-rame. Lagian kenapa lewat
pintu dapur? Lupa ya pintu asrama yang bener dimana?” tanyaku.
Flashback
RITSU POV
Kalian tau
sendiri kan, ini udah malem jadi, aku gak usah nyebutin lagi ini pagi, siang,
sore atau malem. Sebenernya aku tuh udah males banget sama sikap sepupuku yang
gila itu. Aku kan kesini buat liburan dan seneng-seneng eh, malah disuruh
ngegantiin dia gara-gara penyakit bawaan dari lahir, MALES. Baiklah, ini yang
terakhir, karena aku akan pulang besok. Kalo bisa hari ini juga deh aku pulang
ke asrama. Menurutku, di asrama itu lebih enak walaupun sering ada yang gak
beres. Tapi, seamburadulnya asramaku, lebih amburadul lagi apabila aku hidup
serumah dengan sepupuku itu tanpa ada paman.
Daripada aku
melihat mukanya yang membuatku ingin muntah, lebih baik aku keluar dan
jalan-jalan di sekitar daerah rumah Asuka. Ternyata, suasana malam lebih
menyenangkan daripada di asrama. Banyak anjing menggonggong, suara-suara kecil
dari burung hantu, lampu jalan yang menerangi langkahku, beberapa kendaraan
yang masih melintas, pos satpam yang masih beroperasi, dan tukang jualan yang
suka dagang malem-malem. Cukup ramai juga disini.
“MALIIIINNGG!!”
teriak beberapa orang di belakangku secara tiba-tiba.
Akupun
terkejut dan melihat ke belakang. Teryata, ada seseorang memakai sarung di
kepalanya seperti ninja berlari dengan sangat ketakutan ke arahku. Aku berniat
menghentikan maling itu tapi, si maling itu memberikan semua mangga yang ada di
sarungnya padaku kemudian ia kembali berlari. Dasar aneh! Kebetulan banget, aku
sedikit lapar gara-gara nahan emosi pada Asuka.
“Hey, kamu
yang maling mangga kan?” tanya seorang bapak.
“Tidak, pak.
Maling itu sudah pergi. Dia malah yang ngasih mangga ini padaku.” Jawabku.
“Alah, gak
udah bohong deh, itu Cuma alas an kamu saja kan?” kata bapak yang lain.
Yah,
daripada aku digebukin sampe bonyok, meding aku kabur!
“Hey, nak! Berhenti!”
Beberapa
warga sekarang mengejarku. Aku tidak tau harus lari kemana lagi. Para warga
semakin giat mengejarku. Ah, jalan buntu?! Bagaimana ini! Gawat! Aku melihat
jendela yang sedikit terbuka. Mungkin saja aku bisa sembunyi disana.
Tapi…mangga yang kupergang tadi terjatuh! Pasti ini akan meninggalkan jejak.
Lebih baik, aku susun kembali mangga-mangga itu dengan arah yang berlawanan
dengan tempat persembunyianku.
Aku masuk
melalui jendela tersebut dengan hati-hati. Jangan sampai menimbulkan suara. Aku
sedikit lega tapi, nafasku masih terengah-engah, belum stabil. Aku mendengar
beberapa orang tengah berbicara dan terdengar panik. Aku sangat ketakutan. Aku
menutup telingaku dan memejamkan mataku. Tiba-tiba, ada yang menginjak
sepatuku. Refleks, aku tebas. Tebas apa? Ya, apapun yang ada di depanku, disini
sangat gelap, aku tak bisa melihat apapun. Tapi, aku mengenai semacam rantai
besi. Tempat apa ini? Apakah ini tempat penculikan anak?
“TOUKO!!!
KO!! Lo dimana??! KO!!” teriak seseorang. Hah? Touko? Touko diculik?
“BOCAAAAHH!!
Ente dimane sih?!” Hah? Itu suara Touko. Dia manggil bocah, berarti disini ada
Touko dan Rui. Apakah ini asrama?
Aku meraba
tembok, lantai dan jendela. Dan aku sangat mengenalinya. Ini tembok, lantai dan
jendela asrama! Syukurlah, aku bisa pulang walau begini ceritanya.
RITSU POV
END
Flashback
End
“Ooohh…gitu..” kataku lalu meminum segelas
sirup mangga dengan dua tangan.
“Eeeeeei,
tangan ane kok gak kebawa?” tanya Touko kaget.
Touko
menatap tangan kirinya dan gue menatap tangan kanan. Masih diborgol tapi
rantainya udah lepas. Kami bingung luar biasa.
“Hehehe…sepertinya
aku telah membebaskan kalian. Soalnya, tanganku nyut-nyutan nih.” Ucap Ritsu.
“MAKASIH,
RITSU!!” gue sama Touko berterima kasih sambil memeluk erat tubuh Ritsu sampe dia
sesak napas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar