Rabu, 28 November 2012

SAD ( Something in A Dream ) part 2 of 3



“Gaun yang seharusnya diberikan untuk neneknya itu berlumuran darahnya. Ia tewas di tempat demi menyelamatkan anak kecil itu. Aku hanya bisa menyelamatkan jepit untuk neneknya”
“Maksudmu?”
“Ayah yang menabraknya. Rem truk yang dikendarai ayah blong. Aku segera keluar untuk menyelamatkan Hayato. Saat aku menghampirinya, ia sempat menitipkan surat untuk neneknya padaku. ia bilang berikan hadiah itu pada neneknya.”
Flashback
ASUKA POV
Aku segera menghampiri anak itu. gawat! Ia temanku! Hayato! Ia tengah berlumuran darah. Tangannya masih memegang kantung belanjaan.
“Aku akan mengeluarkanmu dari sini. Ayah akan memajukan mobilnya. Ku mohon, bersabarlah”aku sangat panik melihat keadaannya yang sudah sekarat.
“Hehehe… tidak usah Asuka. Cukup berikan surat, dan kantung belanjaan ini pada nenek. Bilang padanya aku sangat menyayanginya”dalam keadaan sekarat, ia masih bisa tersenyum.
“Tidak, tidak bisa begitu, pokoknya aku harus mengeluarkanmu dari sini. Maafkan aku dan ayahku. Kalau saja remnya tidak blong, aku tidak akan menabrak mobil orang itu, dank au pun tidak akan begini”aku mencoba mendorong truk ayahku ke depan.
“Hahahaha….tidak usah dipikirkan, ini kan tidak disengaja. Bagaimana keadaan anak itu? ku harap kau mau menjaganya, orang tuanya tewas seketika”
“Bagaimana denganmu sendiri? Apa kau tidak menghawatirkan dirimu sendiri?”
“Tidak apa. sampaikan saja pesanku pada nenek. Rasanya ngantuk sekali di sini. Aku ingin tidur”
“Jangan! Jangan tidur! Buka matamu!”sekeras apapun aku berteriak, Hayato tidak lagi menjawab. Tak ada pergerakan lagi dari Hayato.
“Hayato! Bangun, kau! Kau kan mau membuat kejutan untuk nenekmu, kemarin kau bilang padaku, kan? Ayo bangun! Kita buat nenekumu terkejut. Hayato!”aku tidak kuasa menahan air mataku. Badanku serasa lemas. Aku berhenti mendorong truk ayah dan terduduk di sampingnya. Bajuku pun ikut dippenuhi darah Hayato.
“Hayatoooo!”teriakku untuk yang terakhir kalinya memanggil namanya.
Flashback end
“Aku dan ayahku merasa sangat bersalah. Aku tidak memberikan gaun dan surat terakhir darinya, karena sudah basah oleh darah Hayato. Aku hanya memberikan jepit bungan mataharinya pada nenek itu”
“Apa reaksinya?”
“Entahlah, aku juga tidak tahu”
Flashback again
Malam itu juga, aku mengunjungi rumah Hayato dengan baju yang masih berlumuran darah. Neneknya membukakan pintu saat aku mengetuk. Wajahnya sangat khawatir, ia tidak tahu di mana cucunya, dan kenapa belum pulang hingga selarut ini. Aku tahu, Hayato tidak pernah keluar rumah malam-malam.
“Ah, Asuka, di mana Hayato? Apa dia bersamamu?”tanyanya tersenyum padaku. rasanya ingin menangis, tapi tidak boleh.
“Hayato..Hayato sedang pergi untuk bekerja di Kota”jaawabku asal.
“Sejak kapan? Ia tidak pernah bilang pada nenek”
“Mulai hari ini, nek. Ia bilang tidak ingin merepotkanmu, jadi ia pergi tanpa pamit. Ia juga menitipkan jepit matahari ini padaku untuk nenek. Itu sebagai hadiah ultah nenek, maaf tidak bisa menemani nenek, katanya. Ia bilang ia sangat menyayangimu”hatiku rasanya sakit bagaimana bisa aku bilang pada nenek kalau Hayato sudah tidak ada?
“Lalu bagaimana nenek bicara dengannya? Apa nenek harus mengunjunginya ke kota?”
“Tidak usah, ia bilang, nenek tulis saja surat untuknya. Dengan senang hati ia akan membacanya. Ayahku akan mengirimkan surat itu padanya”jawabku. Nenek tersenyum dengan riang.
“Akhirnya Hayato sudah dewasa. Dua tahun lagi, aku ingin melihat wajahnya”begitu nenek berkata seperti itu, aku mohon pamit pulang. Aku tidak kuat lagi mendengarnya aku berlari sekencang-kencangnya ke rumah. Menangis sekeras-kerasnya.
***
Aku tiba di rumah. Suasana rumah masih telihat sepi. Belum ada lampu yang menyala sama sekali. Nampaknya ayah masih di rumah sakit untuk mengurus segala sesuatunya. Aku tidak kuat jika harus melihat Hayato lagi.
Aku menyembunyikan diri di balik selimut tebal. Membayangkan kembali wajah Hayato dan saaat-saat menyenangkan yang kulewati bersamanya.
***
Keesokan harinya, aku mengunjungi rumah sakit tempat anak kecil yang kemarin diselamatkan oleh Hayato. Aku melihatnya sedang terduduk diam di kasurnya. Dunia seakan hancur, aku mengenalnya. Itu Miya, gadis ceria di desaku. Apa yang harus ku lakukan?
ASUKA POV END
Flashback End again
“………”Asuka hanya diam. Untuk beberapa detik, tidak ada lagi percakapan diantara Ritsu dan Asuka.
“Sudahlah, tidak usah dipikirkan. Cepat tidur, besok kau harus mengatar surat lagi pada nenek itu”Asuka membuka suara.
“Apa?! aku lagi? Hah….. padahal aku ke sini mau liburan. Oh, iya. Ngomong-ngomong, apa nenek itu sekarang jadi bisu? Tadi dia bicara padaku dengan bahsa isyarat”
“Entahlah, mungkin karena terlalu lama sendiri dia jadi lupa caranya bicara”jawab Asuka asal.
“………….”Ritsu hanya diam.
“Apa?”
“Tidak. Baiklah, aku akan tidur”Ritsu pun masuk ke kamarnya. Begitu pula dengan Asuka.
***
RITSU POV
Sekali lagi aku pergi mengantarkan surat-surat ini. Dari pagi hingga siang banyak surat yang berdatangan. Aku akan sangat bosan jika pemandangannya biasa saja. Bahkan mungkin aku akan melempar sepeda ini ke muka Asuka, Hehehe.. ^^#bercanda, sadis banget!
Siang itu aku kembali menemukan surat untuk si nenek. Sepertinya Asuka menyelipkannya ke dalam tas ku. Dengan terpaksa aku kembali ke rumah nenek itu yang jaraknya lumayan jauh. Ku kayuh sepedahku sambil menyanyikan You’re My Melody-nya TVXQ. Ah, aku sudah dapat melihat rumahnya. Begitu pula dengan nenek itu yang sedang duduk di halaman rumahnya.
“Nek, aku kembali. nampaknya cucu nenek cepat sekali membalas suratnya. Ini, nek!”aku memberikan surat itu padanya.
Saat membacanya nenek itu menggeleng dan sesekali tersenyum. Apa maksudnya, itu? apa dia gila?
Srrukk…srukk..
Nenek itu kembali menarik bajuku saat hendak pergi.
“Nenek harap kau mau membantu menuliskan balasan suratnya untuknya”
Aku hanya menurut.
Hayato,
Jangan berbohong pada nenek. Jika kau lelah, nenek akan membiarkan pundak nenek untukmu, sehingga kau dapat beristirahat sedikit di pundak nenek. Nenek harap kau bisa kembali ke sini besok. kenakanlah kalung bunga matahari pemberian nenek.
Nenek
Nenek menyuruhku cepat-cepat kembali mengirimkannya. Aku mendorong kembali sepedahku. Nenek itu melambaikan tangannya sambil tersenyum padaku. oh, iya. Sebelumnya nenek itu memberiku secarik kertas. Aku tidak tahu isinya apa, yang jelas aku akan membacanya nanti.
***
Lelah sekali mengantarkan surat yang lebih banyak dari kemarin. Aku membeli dua jus untukku sendiri di warung pinggiran. Lalu hendak beristirahat di pinggir lapangan kemarin.
Braaak
Aku membanting sepedahku dan segera duduk di pinggir lapangan. Di atas rerumputan yang langsung mengarah ke arah jurang yang kini menjadi sekolah. ah, ada anak itu lagi. Kalau tidak salah namanya Miya. Perlahan aku menghampirinya.
“Suasana di sini sangat indah, tapi kenapa kau masih murung?”tanyaku dan duduk di sebelahnya.
“Ah, kakak yang waktu itu”
“Aku sudah mendengarnya dari orang sekitar. Aku turut berduka cita dengan kedua orang tuamu itu”
“Tidak apa. aku hanya sedang memperhatikan anak-anak itu, kok”
“Kenapa? Kau tidak bergabung dengan mereka? mereka sedang bermain, tuh”
“Ya, aku tahu. Hanya saja… aku tidak bermaksud bermain dengan mereka. mereka bukan temanku”jawabnya lagi. “Aku senang mereka masih bisa mencintai keluarganya. Bahkan terkadang aku iri pada mereka”lanjut Miya.
“Hey, kau kan masih bisa mencitai keluargamu juga”
“Bagaimana caranya? Bagaimana bisa aku mencintai seseorang yang sudah mati? Rasanya akan berbeda”Miya sedikit membentak.
“Hhhh… apa kau punya mimpi?”
“Tidak. Aku tidak tahu apa itu mimpi”
“Dunia ini memang jahat. Semua beban dilimpahkan pada semua orang. Kau tahu? Bermimpi dalam tidur itu sangat menyenangkan. Kau bisa membuat duniamu sendiri. Membayangkan hal-hal yang kau sukai, dan apa yang kau mau”
“………………”Miya hanya diam.
“Suatu saat aku pernah bermimpi dalam tidurku. Aku bermimpi aku mempunyai segudang es-krim dan jus untuk kumakan seharian penuh. Selain itu, aku mempunyai ber-ton-ton komik yang kusukai. Seperti itulah, apa kau juga pernah mengalaminya?”
“Kalau seperti itu, sih, aku pernah. Aku pernah bermimpi membangun sebuah rumah kecil di tengah hutan untuk ibu dan ayahku. Rumah itu ditaburi oleh bunga Gingko dan Sakura. Lalu di pinggirnya terdapat sarang kelinci. Memang sangat menyenangkan.
“Ya, itulah…..”
“Apanya?”
“Something in A Dream”
“Apa itu?”
“Dalam sebuah mimpi, kau memiliki satu keinginan kecil untuk membuat rumah kecil untuk ibu dan ayahmu. Itu adalah bagian dari mimpi”
“Tapi mimpi itu sudah patah, hilang. Aku tidak bisa lagi membangunnya untuk mereka kelak”
“Hey, jangan bicara seperti itu. temukan lagi mimpi yang hilang itu. jangan katakan kau tak bisa. Aku akan menolongmu untuk membuat mimpi itu menjadi nyata”
“Sebenarnya apa yang kakak lakukan di sini?”
“Tadinya aku berniat untuk berlibur, tapi ada sedikit masalah di sini. Hingga akhirnya aku ke sini menghampirimu, untuk menjadi temanmu”
“Benarkah?”Miya tidak percaya.
“Tentu saja, karena itu, aku akan membantumu mewujudkan mimpi itu”
“Kak, lihat. Mataharinya mulai tenggelam”Miya nampaknya mulai ceria.
Aku hanya diam tak bicara sepatah kata pun.
“Kak, besok, maukah kau menemaniku lagi di sini? Pada jam yang sama”
“Hmm.. Miya, saat kau merasa seperti kau tidak bisa bernapas, pejamkan matamu untuk sementara dan pikirkan masa depanmu, juga mimpimu”
“Maksud kakak?”
“Aku akan menunggumu di sini besok pada jam yang sama”
***
Akhirnya matahari tenggelam juga, dan akupun sampai di rumah Asuka. Nampaknya Asuka belum datang ke rumah. Ah, biarkan saja, toh dia bukan urusanku! Aku memarkirkan sepeda paman sembarangan. Aku duduk di kursi teras, karena tidak dapat masuk ke rumah. Sudah jelas karena kuncinya dibawa Asuka. Kubuka secarik kertas pemberian nenek tadi.
Saya mohon dengan sangat, beritahulah Hayato agar segera datang ke tempat saya. Karena saya sudah tidak punya waktu lagi. Saya benar-benar memohon pada anda. Saya harap anda mau membawanya ke hadapanku. Bilang padanya, kenakan juga kalung bunga mataharinya. Saya ingin, dua hari lagi ia datang, tepat di hari ulang tahunnya. Sekali lagi, saya mohon. Hidup saya hanya tinggal tiga hari lagi. Terima kasih….
Nenek.
Aku sangat terkejut begitu membacanya. Kalau memang hidupnya tinggal tiga hari lagi, kemungkinan untuk bertemu dengan Hayato hanya besok dan dua hari lagi. Tapi bagaimana caranya? Hayato kan sudah mati. Apa yang harus kulakukan? Haruskah kuberitahu Asuka? Tidak! Jangan beritahu dia dulu, pokoknya jangan sampai dia tahu. Aku cepat-cepat meremas kertas tersebut dan bangkit dari dudukku.
Brugh!
Seseorang menabrakku hingga terjatuh. Kertas yang kupegang terpental dan terbuka.
“Apa maksudnya ini?”
“A…Asuka?!”
To be continued
Wow! Selesai! Hebat! Ah, belum deng, part tiganya nanti aja, pas cerita lain udah lewat, biar pada penasaran. Sedikit bocoran, part tiganya lebih-lebih parah, bagaimana dengan si nenek, Ritsu, Asuka, dan Miya? Yah pokoknya liat aja nanti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar