“Gaun yang seharusnya
diberikan untuk neneknya itu berlumuran darahnya. Ia tewas di tempat demi
menyelamatkan anak kecil itu. Aku hanya bisa menyelamatkan jepit untuk
neneknya”
“Maksudmu?”
“Ayah yang menabraknya.
Rem truk yang dikendarai ayah blong. Aku segera keluar untuk menyelamatkan
Hayato. Saat aku menghampirinya, ia sempat menitipkan surat untuk neneknya
padaku. ia bilang berikan hadiah itu pada neneknya.”
Flashback
ASUKA POV
Aku segera menghampiri
anak itu. gawat! Ia temanku! Hayato! Ia tengah berlumuran darah. Tangannya
masih memegang kantung belanjaan.
“Aku akan
mengeluarkanmu dari sini. Ayah akan memajukan mobilnya. Ku mohon,
bersabarlah”aku sangat panik melihat keadaannya yang sudah sekarat.
“Hehehe… tidak usah
Asuka. Cukup berikan surat, dan kantung belanjaan ini pada nenek. Bilang
padanya aku sangat menyayanginya”dalam keadaan sekarat, ia masih bisa
tersenyum.
“Tidak, tidak bisa
begitu, pokoknya aku harus mengeluarkanmu dari sini. Maafkan aku dan ayahku.
Kalau saja remnya tidak blong, aku tidak akan menabrak mobil orang itu, dank au
pun tidak akan begini”aku mencoba mendorong truk ayahku ke depan.
“Hahahaha….tidak usah
dipikirkan, ini kan tidak disengaja. Bagaimana keadaan anak itu? ku harap kau
mau menjaganya, orang tuanya tewas seketika”
“Bagaimana denganmu
sendiri? Apa kau tidak menghawatirkan dirimu sendiri?”
“Tidak apa. sampaikan
saja pesanku pada nenek. Rasanya ngantuk sekali di sini. Aku ingin tidur”
“Jangan! Jangan tidur!
Buka matamu!”sekeras apapun aku berteriak, Hayato tidak lagi menjawab. Tak ada
pergerakan lagi dari Hayato.
“Hayato! Bangun, kau!
Kau kan mau membuat kejutan untuk nenekmu, kemarin kau bilang padaku, kan? Ayo
bangun! Kita buat nenekumu terkejut. Hayato!”aku tidak kuasa menahan air mataku.
Badanku serasa lemas. Aku berhenti mendorong truk ayah dan terduduk di
sampingnya. Bajuku pun ikut dippenuhi darah Hayato.
“Hayatoooo!”teriakku
untuk yang terakhir kalinya memanggil namanya.
Flashback end
“Aku dan ayahku merasa
sangat bersalah. Aku tidak memberikan gaun dan surat terakhir darinya, karena
sudah basah oleh darah Hayato. Aku hanya memberikan jepit bungan mataharinya
pada nenek itu”
“Apa reaksinya?”
“Entahlah, aku juga
tidak tahu”
Flashback again
Malam itu juga, aku
mengunjungi rumah Hayato dengan baju yang masih berlumuran darah. Neneknya
membukakan pintu saat aku mengetuk. Wajahnya sangat khawatir, ia tidak tahu di
mana cucunya, dan kenapa belum pulang hingga selarut ini. Aku tahu, Hayato
tidak pernah keluar rumah malam-malam.
“Ah, Asuka, di mana
Hayato? Apa dia bersamamu?”tanyanya tersenyum padaku. rasanya ingin menangis,
tapi tidak boleh.
“Hayato..Hayato sedang
pergi untuk bekerja di Kota”jaawabku asal.
“Sejak kapan? Ia tidak
pernah bilang pada nenek”
“Mulai hari ini, nek.
Ia bilang tidak ingin merepotkanmu, jadi ia pergi tanpa pamit. Ia juga
menitipkan jepit matahari ini padaku untuk nenek. Itu sebagai hadiah ultah
nenek, maaf tidak bisa menemani nenek, katanya. Ia bilang ia sangat
menyayangimu”hatiku rasanya sakit bagaimana bisa aku bilang pada nenek kalau
Hayato sudah tidak ada?
“Lalu bagaimana nenek
bicara dengannya? Apa nenek harus mengunjunginya ke kota?”
“Tidak usah, ia bilang,
nenek tulis saja surat untuknya. Dengan senang hati ia akan membacanya. Ayahku
akan mengirimkan surat itu padanya”jawabku. Nenek tersenyum dengan riang.
“Akhirnya Hayato sudah
dewasa. Dua tahun lagi, aku ingin melihat wajahnya”begitu nenek berkata seperti
itu, aku mohon pamit pulang. Aku tidak kuat lagi mendengarnya aku berlari
sekencang-kencangnya ke rumah. Menangis sekeras-kerasnya.
***
Aku tiba di rumah.
Suasana rumah masih telihat sepi. Belum ada lampu yang menyala sama sekali.
Nampaknya ayah masih di rumah sakit untuk mengurus segala sesuatunya. Aku tidak
kuat jika harus melihat Hayato lagi.
Aku menyembunyikan diri
di balik selimut tebal. Membayangkan kembali wajah Hayato dan saaat-saat
menyenangkan yang kulewati bersamanya.
***
Keesokan harinya, aku
mengunjungi rumah sakit tempat anak kecil yang kemarin diselamatkan oleh
Hayato. Aku melihatnya sedang terduduk diam di kasurnya. Dunia seakan hancur,
aku mengenalnya. Itu Miya, gadis ceria di desaku. Apa yang harus ku lakukan?
ASUKA POV END
Flashback End again
“………”Asuka hanya diam.
Untuk beberapa detik, tidak ada lagi percakapan diantara Ritsu dan Asuka.
“Sudahlah, tidak usah
dipikirkan. Cepat tidur, besok kau harus mengatar surat lagi pada nenek
itu”Asuka membuka suara.
“Apa?! aku lagi? Hah…..
padahal aku ke sini mau liburan. Oh, iya. Ngomong-ngomong, apa nenek itu
sekarang jadi bisu? Tadi dia bicara padaku dengan bahsa isyarat”
“Entahlah, mungkin
karena terlalu lama sendiri dia jadi lupa caranya bicara”jawab Asuka asal.
“………….”Ritsu hanya
diam.
“Apa?”
“Tidak. Baiklah, aku
akan tidur”Ritsu pun masuk ke kamarnya. Begitu pula dengan Asuka.
***
RITSU POV
Sekali lagi aku pergi
mengantarkan surat-surat ini. Dari pagi hingga siang banyak surat yang
berdatangan. Aku akan sangat bosan jika pemandangannya biasa saja. Bahkan
mungkin aku akan melempar sepeda ini ke muka Asuka, Hehehe.. ^^#bercanda, sadis
banget!
Siang itu aku kembali
menemukan surat untuk si nenek. Sepertinya Asuka menyelipkannya ke dalam tas
ku. Dengan terpaksa aku kembali ke rumah nenek itu yang jaraknya lumayan jauh.
Ku kayuh sepedahku sambil menyanyikan You’re My Melody-nya TVXQ. Ah, aku sudah
dapat melihat rumahnya. Begitu pula dengan nenek itu yang sedang duduk di
halaman rumahnya.
“Nek, aku kembali.
nampaknya cucu nenek cepat sekali membalas suratnya. Ini, nek!”aku memberikan
surat itu padanya.
Saat membacanya nenek
itu menggeleng dan sesekali tersenyum. Apa maksudnya, itu? apa dia gila?
Srrukk…srukk..
Nenek itu kembali
menarik bajuku saat hendak pergi.
“Nenek harap kau mau
membantu menuliskan balasan suratnya untuknya”
Aku hanya menurut.
Hayato,
Jangan
berbohong pada nenek. Jika kau lelah, nenek akan membiarkan pundak nenek
untukmu, sehingga kau dapat beristirahat sedikit di pundak nenek. Nenek harap
kau bisa kembali ke sini besok. kenakanlah kalung bunga matahari pemberian
nenek.
Nenek
Nenek menyuruhku cepat-cepat kembali mengirimkannya.
Aku mendorong kembali sepedahku. Nenek itu melambaikan tangannya sambil
tersenyum padaku. oh, iya. Sebelumnya nenek itu memberiku secarik kertas. Aku
tidak tahu isinya apa, yang jelas aku akan membacanya nanti.
***
Lelah sekali mengantarkan surat yang lebih banyak
dari kemarin. Aku membeli dua jus untukku sendiri di warung pinggiran. Lalu
hendak beristirahat di pinggir lapangan kemarin.
Braaak
Aku membanting sepedahku dan segera duduk di pinggir
lapangan. Di atas rerumputan yang langsung mengarah ke arah jurang yang kini
menjadi sekolah. ah, ada anak itu lagi. Kalau tidak salah namanya Miya.
Perlahan aku menghampirinya.
“Suasana di sini sangat
indah, tapi kenapa kau masih murung?”tanyaku dan duduk di sebelahnya.
“Ah, kakak yang waktu
itu”
“Aku sudah mendengarnya
dari orang sekitar. Aku turut berduka cita dengan kedua orang tuamu itu”
“Tidak apa. aku hanya
sedang memperhatikan anak-anak itu, kok”
“Kenapa? Kau tidak
bergabung dengan mereka? mereka sedang bermain, tuh”
“Ya, aku tahu. Hanya
saja… aku tidak bermaksud bermain dengan mereka. mereka bukan temanku”jawabnya
lagi. “Aku senang mereka masih bisa mencintai keluarganya. Bahkan terkadang aku
iri pada mereka”lanjut Miya.
“Hey, kau kan masih
bisa mencitai keluargamu juga”
“Bagaimana caranya?
Bagaimana bisa aku mencintai seseorang yang sudah mati? Rasanya akan
berbeda”Miya sedikit membentak.
“Hhhh… apa kau punya
mimpi?”
“Tidak. Aku tidak tahu
apa itu mimpi”
“Dunia ini memang
jahat. Semua beban dilimpahkan pada semua orang. Kau tahu? Bermimpi dalam tidur
itu sangat menyenangkan. Kau bisa membuat duniamu sendiri. Membayangkan hal-hal
yang kau sukai, dan apa yang kau mau”
“………………”Miya hanya
diam.
“Suatu saat aku pernah
bermimpi dalam tidurku. Aku bermimpi aku mempunyai segudang es-krim dan jus
untuk kumakan seharian penuh. Selain itu, aku mempunyai ber-ton-ton komik yang
kusukai. Seperti itulah, apa kau juga pernah mengalaminya?”
“Kalau seperti itu,
sih, aku pernah. Aku pernah bermimpi membangun sebuah rumah kecil di tengah
hutan untuk ibu dan ayahku. Rumah itu ditaburi oleh bunga Gingko dan Sakura.
Lalu di pinggirnya terdapat sarang kelinci. Memang sangat menyenangkan.
“Ya, itulah…..”
“Apanya?”
“Something in A Dream”
“Apa itu?”
“Dalam sebuah mimpi,
kau memiliki satu keinginan kecil untuk membuat rumah kecil untuk ibu dan ayahmu.
Itu adalah bagian dari mimpi”
“Tapi mimpi itu sudah
patah, hilang. Aku tidak bisa lagi membangunnya untuk mereka kelak”
“Hey, jangan bicara
seperti itu. temukan lagi mimpi yang hilang itu. jangan katakan kau tak bisa.
Aku akan menolongmu untuk membuat mimpi itu menjadi nyata”
“Sebenarnya apa yang
kakak lakukan di sini?”
“Tadinya aku berniat
untuk berlibur, tapi ada sedikit masalah di sini. Hingga akhirnya aku ke sini
menghampirimu, untuk menjadi temanmu”
“Benarkah?”Miya tidak
percaya.
“Tentu saja, karena
itu, aku akan membantumu mewujudkan mimpi itu”
“Kak, lihat.
Mataharinya mulai tenggelam”Miya nampaknya mulai ceria.
Aku hanya diam tak
bicara sepatah kata pun.
“Kak, besok, maukah kau
menemaniku lagi di sini? Pada jam yang sama”
“Hmm.. Miya, saat kau
merasa seperti kau tidak bisa bernapas, pejamkan matamu untuk sementara dan
pikirkan masa depanmu, juga mimpimu”
“Maksud kakak?”
“Aku akan menunggumu di
sini besok pada jam yang sama”
***
Akhirnya matahari
tenggelam juga, dan akupun sampai di rumah Asuka. Nampaknya Asuka belum datang
ke rumah. Ah, biarkan saja, toh dia bukan urusanku! Aku memarkirkan sepeda
paman sembarangan. Aku duduk di kursi teras, karena tidak dapat masuk ke rumah.
Sudah jelas karena kuncinya dibawa Asuka. Kubuka secarik kertas pemberian nenek
tadi.
Saya
mohon dengan sangat, beritahulah Hayato agar segera datang ke tempat saya.
Karena saya sudah tidak punya waktu lagi. Saya benar-benar memohon pada anda.
Saya harap anda mau membawanya ke hadapanku. Bilang padanya, kenakan juga
kalung bunga mataharinya. Saya ingin, dua hari lagi ia datang, tepat di hari
ulang tahunnya. Sekali lagi, saya mohon. Hidup saya hanya tinggal tiga hari
lagi. Terima kasih….
Nenek.
Aku sangat terkejut
begitu membacanya. Kalau memang hidupnya tinggal tiga hari lagi, kemungkinan
untuk bertemu dengan Hayato hanya besok dan dua hari lagi. Tapi bagaimana
caranya? Hayato kan sudah mati. Apa yang harus kulakukan? Haruskah kuberitahu
Asuka? Tidak! Jangan beritahu dia dulu, pokoknya jangan sampai dia tahu. Aku
cepat-cepat meremas kertas tersebut dan bangkit dari dudukku.
Brugh!
Seseorang menabrakku
hingga terjatuh. Kertas yang kupegang terpental dan terbuka.
“Apa maksudnya ini?”
“A…Asuka?!”
To
be continued
Wow!
Selesai! Hebat! Ah, belum deng, part tiganya nanti aja, pas cerita lain udah
lewat, biar pada penasaran. Sedikit bocoran, part tiganya lebih-lebih parah,
bagaimana dengan si nenek, Ritsu, Asuka, dan Miya? Yah pokoknya liat aja nanti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar