This
is my time! Bravo, author P!
Haduh,
bingung mau bikin apa, author p mau bikin cerita yang beneran serius. Soalnya
waktu itu gak jadi + author mau bales dendam, soalnya Ritsu gak ada terus,
ngilang di telan bumi. Jadinya kali ini saya akan menceritaka Ritsu yang sedang
pergi mengunjungi rumah pamannya (gak tahu ceritanya author N, atau S, pokoknya
ngelanjutin cerita mereka, aja) Nangis! nangis! nangis! maksa!
Happy
Reading ^^
Dengan mengenakan kaus
pendek dan sepasang sepatu kaki toke yang dulu pernah diusulkan Ren, Ritsu
mengendarai motor ninjanya yang kini berada di daerah Okinawa. Ia hendak
menanyakan sebuah alamat pada seorang kakek yang membuka kios di pinggir
ladang. Setelah mendapatkan arah menuju rumah pamannya, ia kembali mengendarai
motornya menuju alamat tersebut. Hari mulai sore, namun Ritsu masih belum
menemukan alamat tersebut. Ia menghentikan motornya dan duduk di pinggir
lapangan yang langsung mengarah ke sebuah sekolah. Keringat mulai membasahi
tubuhnya.
“Haaah, apa yang harus
ku lakukan?!”tanyanya pada diri sendiri.
Ia menyeruput jus melon
yang tadi dibelinya. Udara panas seakan sirna oleh teguk demi teguk jus
tersebut. Ritsu menerawang sekitarnya. Dilihatnya pemandangan yang begitu indah.
Ia sudah bosan dengan suasana kota, rasanya desa ini sangat menenangkan.
“Pemandangannya bagus,
orang-orangnya sepertinya baik, akan menyenangkan kalau aku bisa tinggal di
sini lebih lama”ujarnya. “Tapi aku harus bertanya pada siapa lagi? Sudah dua RT,
dua kelurahan, dua camat, dua kakek2, dua anak kecil, tukang ojek, ibu-ibu yang
jual sayur, sampai Mr. Obama udah aku tanya, tapi gak ada yang tahu”keluhnya.
Matahari mulai
tenggelam, Ritsu sadar bahwa ia harus segera menemukan alamat pamannya. Ia tidak
mau melewatkan acara makan malam di rumah pamannya. Ia celingak-celinguk
mencari seseorang yang bisa ia tanya. Ia melihat seorang gadis kecil yang duduk
tak jauh dengannya. Ritsu menghampirinya sambil menyodorkan jus strawberry yang
ia simpan di tasnya.
“Halo, mau
jus?”tawarnya pada gadis kecil yang diam terduduk itu.
Gadis itu menoleh ke
arahnya. Gadis itu tidak menjawab Ritsu dan hanya menggelengkan kepala.
“Ah, kalau begitu,
bisakah kau menunjukan alamat ini padaku?”Ritsu memperlihatkan secarik kertas pada
gadis kecil itu. gadis itu menunjuk arah selatan.
“Ke sanakah? Baik,
terima kasih. Ngomong-ngomong, benar kau tidak mau jus?”tawar Ritsu lagi. Gadis
itu tetap diam.
Tanpa basa-basi, Ritsu
menaruh jus strawberry-nya di samping gadis kecil tersebut. Ia merasa tidak
enak dengan gadis kecil yang terlihat murung itu.
“Minumlah, kau terlihat
tidak sehat”ujar Ritsu sembari meninggalkan gadis itu menuju motor ninjanya.
***
Hari sudah gelap,
akhirnya Ritsu menemukan alamat rumah pamannya. Perlahan ia mengetuk pintu.
seseorang membukanya dari dalam.
“A! Ritsu, kau datang?
Untuk apa kau datang? Kau merindukanku? Aduh, kalau merindukanku tidak perlu
sampai ke sini segala, kan bisa telepon”sapa sesosok lelaki yang empat tahun
lebih tua dari Ritsu. wajahnya tampan, gayanya lumayan, reseknya gak kalah sama
Touko.
“Bodoh, siapa yang
merindukanmu? Aku ke sini mengunjungi paman. Dimana dia sekarang?”Ritsu
menjitak kepala sepupunya itu.
“Aw! Jahat! Dia sedang
pergi ke Indonesia mengunjungi nenek. Kalau kau mau menginap, berarti penghuni
rumah ini menjadi dua”
“Hah?! Maksudnya cuman
kita berdua?”
“Ya, gak masalah, kan?
Lagi pula aku harus kerja sambilan, ini kan liburan musim panas”
“Benar juga. Ah,
sudahlah, pokoknya aku lapar. Aku masuk, ya…”Ritsu menerobos masuk melewati
tubuh sepupunya menuju meja makan.
“Aku sudah menyiapkan
semuanya, duduklah”
“Yup. Aku akan mulai
memakannya”
Suasana hening sejenak.
mereka menikmati acara makan malamnya berdua dan asyik dengan pikirannya
masing-masing. Mengingat sepupunya yang resek gak ketulungan, Ritsu jadi ingat
dengan teman-temannya di Tokyo.
“Anyway, by the way,
busway, gimana caranya kamu bisa ke sini? Di sini kan tempatnya terpencil”
“Aku menanyakannya pada
gadis kecil dekat sekolah tadi”jawab Ritsu.
“Ah, gadis murung itu,
ya?”
“Bagaimana kau tahu dia
sedang murung?”Ritsu yang terkejut, berhenti mengunyah makanannya.
“Semua orang di sini
tahu dia adalah gadis pemurung yang selalu diam dekat lapangan”
“Memangnya ada apa
dengan gadis itu?”tanya Ritsu penasaran.
“Akan ku ceritakan sambil
kita jalan-jalan”
***
Gadis
itu bernama Miya. Ia adalah anak yang berasal dari keluarga berada. Hidupnya
sangat sempurna. Ia selalu tersenyum dan menyapa semua orang yang dikenalnya.
Ia selalu berkata “How wonderful my life”. Ia adalah seorang anak yang sangat
ceria. Namun, suatu ketika kedua orang tuanya mengalami kecelakaan dan tidak
dapat di tolong lagi. Pada waktu acara pemakaman kedua orang tuanya, gadis itu
menangis tersedu-sedu. Ia menjerit berkali-kali memanggil nama ibunya. Sejak
saat itu, Miya menjadi penyendiri. Ia tidak lagi tersenyum dihadapan semua
orang. Miya akhirnya keluar dari sekolahnya. Ia hidup dengan pembantunya. Miya
tidak bisa diajak bicara dengan siapapun. Setiap hari ia duduk di pinggir
lapangan dekat sekolah, merenungkan segalanya.
“Benarkah begitu?
kasihan sekali anak itu”Ritsu membonceng sepupunya dengan motor ninjanya.
“Ya. aku pun kasihan
padanya. Tapi apa daya, tidak ada yang bisa mengajaknya bicara”
“Asuka, gentian kau
yang memboncengku, dong. Aku sudah capek”
“Baiklah”
***
Keesokan harinya, Ritsu
harus menggantikan pamannya mengantarkan surat, karena pamannya sedang di
Indonesia (hahaha… mirip cerita Beautiful life yang ngegantiin orang jadi
tukang surat. Tapi biarin ah, kan rada beda). Asuka juga harus kerja sambilan di
sebuah restaurant.
Flashback
“Ayo suit siapa yang
menggantikan pekerjaan ayah”Asuka berteriak pada Ritsu yang sedang menonton tv.
“Ok, kertas, gunting,
batu!”Ritsu mengeluarkan kertas.
“Aku gunting! Aku
menang, jadi kamu yang jadi tukang pos, aku bisa kerja sambilan deh. Udah, sana
siap-siap pake seragamnya terus pergi!”
“Sial! Kenapa jadi aku?
Aku kan pingin santai!”
“Weee… salah sendiri
kalah suit”Asuka menjulurkan lidahnya dan langsung berlari ke dalam kamarnya.
Flashback end
Hari sudah siang,
matahari sangat terik. Ritsu mengayuh sepedahnya mengantarkan surat
terakhirnya. Alamat surat yang terakhir itu lumayan jauh. Tempatnya sangat
ujung melewati jalan setapak yang di sepanjang jalannya berjejer bunga Gingko
nan indah.
“Akhirnya, surat
terakhir sampai di tujuan”Ritsu memarkir sepedahnya di depan rumah yang lumayan
luas terbuat dari kayu. Benar-benar rumah tradisional Jepang, deh.
Berkali-kali ia
mengucapkan salam seraya mengetuk pintu, namun tidak ada jawaban. Ia mengitari
rumah kayu tersebut menuju halaman belakang. Dilihatnya seorang nenek yang
sedang duduk di pekarangan bunganya seperti sedang menanti seseorang. Dari
wajahnya terlihat ia sedang merindukan seseorang. Ritsu menghampiriya dengan
perlahan.
“Selamat siang, ada
surat untuk anda, silahkan diterima”Ritsu menyodorkan surat yang dipegangnya.
Nenek itu menoleh padanya. Terlihat bulir air mata di sudut mata nenek yang
berumur 80 tahun itu.
Nenek itu menarik
tangan Ritsu menyuruhnya duduk. Nenek itu memberi isyarat pada Ritsu untuk
membacakannya. Ritsu pun membacakan surat itu.
Hallo,
nek. Bagaimana kabar nenek di sana?Aku baik-baik saja di sini.
Maaf,
sampai saat ini aku tidak dapat mengunjungimu. Di sini aku sangat bahagia,
duniaku begitu menyenangkan. Setiap hari aku mengunjungi danau megah dekat
rumahku. Untuk saat ini, aku benar-benar tidak dapat mengunjungimu. Terima
kasih untuk kalung yang nenek buat beberapa minggu lalu. Setiap hari aku selalu
memakainya. Bagaimana caranya nenek bisa membuat kalung dari bunga matahari
itu? indah sekali, terima kasih, nek. Suatu saat nanti, aku pasti kembali padamu, nek. Aku sayang nenek ^^
Hayato
Ritsu pun selesai
membacakannya. Ia memberikan surat itu kembali pada nenek. Nenek itu tersenyum.
Untuk kedua kalinya nenek itu meminta tolong pada Ritsu. dengan menggunakan
isyarat tangan, nenek itu menyuruh Ritsu untuk menulis jawaban dari surat itu.
‘Nenek ini bisu, ya?
untung saja aku bisa isyarat tangan. Gak
sia-sia aku belajar dari Touko’pikir Ritsu.
Hayato,
Terima
kasih kau mau membalas surat nenek. Nenek sangat merindukanmu. Cepatlah kembali
sebelum nenek tidak ada di sini lagi. Nenek ingin melihat wajahmu setelah dua
tahu berlalu. Hayato, nenek selalu menunggumu.oh, iya. Saat kau ada masalah,
menangislah jika kau ingin menangis. Jangan sengaja bersembunyi di balik
kesedihanmu. Nenek akan menunggumu dan memelukmu hingga kau bisa tersenyum
lagi.
Nenek.
Ritsu yang menulisnya
merasa terharu dengan kata-kata nenek itu. untuk pertama kalinya hati Ritsu
tersentuh. Biasanya ia sangat keras. Nenek itu meminta Ritsu untuk mengirimkan
kembali suratnya pada orang yang mengirimkan surat itu. Hari mulai sore, Ritsu
ingin segera menigirmkan surat itu. ia berjalan mendorong sepedahnya dan
terhenti di depan rumah sepupunya, Asuka.
“Apa?! kenapa alamatnya
di sini? Apa aku salah lihat?”berkali-kali Ritsu memutar-mutar surat itu. dan
ternyata memang rumah itulah tujuannya.
Ia masuk ke dalam
rumah. Asuka sudah menyambutnya dengan beberapa makanan di meja makan. Kini
mereka terlarut dalam pembicaraan.
“Kau mengirimkan surat
pada nenek yang tinggal di ujung sana? Kau menyamar menjadi cucunya? Jangan
lakukan itu, lagi! Bagaimana kalau cucunya tahu?”tanya Ritsu sambil mengunyah
takoyaki kecoa-nya.
“Cucunya tidak akan
tahu. Lagi pula aku sudah biasa”
“Bodoh, bagaimana kalau
nenek itu ingin bertemu dengan cucunya?”
“Percuma, nenek itu
tidak akan pernah lagi melihat cucunya”
“Hah? Kenapa?”
Flashback
HAYATO POV
Siang ini aku pergi ke
kota untuk membelikan nenek hadiah di hari ulang tahunnya. Aku sengaja tidak
berpamitan pada nenek agar menjadi kejutan. Aku membelikannya gaun manis dan
jepit bunga matahari kesukaan nenek. Aku juga sudah mengenakan jas hitam
maskulin untuk kencan dengan nenek di cafĂ© nanti malam. Hehehe… aku sangat
menyayangi nenek, tidak ada salahnya aku mengajaknya kencan. Aku bahkan sudah
menulis surat untuk nenek.
Tidiiiitt….
Brrrakkk!
Kyaaa…..!!!!
Terdengar suara ribut
dari luar toko. Aku segera keluar dari toko untuk meliat apa yang terjadi.
“Kyaa….!!! Tolong!
Panggilkan ambulan!”teriak seseorang entah siapa.
Begitu menyeramkan
pemandangan yang ku lihat. Sebuah mobil sedan terlindas oleh truk besar yang
mengangkut pasir. Darah segar mengalir deras dari dalam mobil sedan itu. tampak
jelas di mataku. Orang-orang di sekeliling simpang siur berlalu menghampiri.
“Lihat, masih ada anak
kecil di dalamnya, ia masih hidup!”teriak seorang wanita.
“Ah, benar! Bagaimana,
ini? Ia harus segera dikeluarkan dari dalam mobil. Ia akan kehabisan udara di
sana”teriak yang satunya lagi.
Benar juga, dengan
sigap aku menghampiri mobil sedan itu dan mencoba memecahkan kaca belakangnya
untuk menyelamatkan anak kecil yang duduk di belakang itu.
Prang!! Crassshhh!!
Aku berhasil memecahkan
kaca sedan itu dan menarik anak kecil itu keluar lewat belakang. Ia tampak
sedang menangis. Aku tahu, anak kecil tidak akan kuat melihat kedua orang
tuanya tewas seketika. Setidaknya seperti itulah yang kulihat.
“Berhasil! Ayo, nak,
kita menjauh dari sini”ucapku padanya. Aku hendak berjalan menghampiri
orang-orang yang berkumpul di pinggir jalan.
“Awas, nak! Di
belakangmu! Cepat lari!”seseorang berteriak padaku. aku menoleh ke belakang, ke
arah sumber suara.
Truk besar
menghampiriku dengan cepat dari belakang. Aku melepaskan anak itu yang kini
tengah berlari.
BRAAAKKKK!!!!
Kyaaaaaaa!!!!
Kurasakan sesuatu
menabrakku dengan keras. Ku lihat tubuhku telungkup di bawah benda keras ini.
Darah mengalir di sekitarku. Kepalaku sangat pusing. Ku lihat kantung belanjaan
yang berisi gaun untuk nenekku ternodai oleh darah yang entah darah siapa.
Lama-kelamaan gelap, dunia rasanya berputar-putar. Aku tidak bisa melihat
apa-apa lagi. Tidak bisa. Ini gelap…..
HAYATO POV END
Flashback end
To be continued……
Hehey…
gimana? Rame, gak? Nggak? Masa? Yang bener? Ah, yaudahlah ya… ceritanya super
GJ, soalnya authornya lagi males bikin sesuatu yang Wow! Lagi gak ada ide lagi.
Hehehe…. Baca kelanjutannya! Wajib! Sorry kalau part ini kependekan.
Weeee….*menjulurkan lidah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar